Dari semua
pidato yang pernah daya demgar malaui internet, ada dua pidato yang kontennya
terus menempel di kepala saya. Yang pertama adalah commencement speech Steve
Jobs di Stanford University, dan yang kedua adalah commencement speech J. K.
Rowling di Harvard University. Mereka berdua berbicara mengenai kegagalan.
Steve Jobs
lahir dari seorang perempuan yang tidak pernah menikah sehingga ia akhirnya
diadopsi oleh sepasang suami-istri dari kalangan menengah ke bawah. Mereka
bersusah payah untuk menyekolahkannya di Reed College. Setelah enam bulan
kuliah, Jobs merasa tidak memperoleh apa pun dan memutuskan untuk berhenti
kuliah. Walaupun begitu, ia masih bisa mengambil beberapa kelas yang ia ingi
ambil, termasuk kelas kaligrafi yang menurutnya menarik. Baginya, harus
berhenti kuliah merupakan sebuah kegagalan, namun akhirnya ia justru bisa
mempelajari hal yang bisa membuatnya bisa menciptakan typeface yang bagus di
computer-komputer produksi Apple.
Sepuluh
tahun setelah Jobs mendirikan perusahaannya sendiri yang bernama Apple, ia
disarankan untuk berhenti oleh orang yang ia ajak bergabung ke perusahaannya,
John Sculley, yang pada saat itu menjabat sebagai CEO di Apple. Jobs merasakan
kegagalan untuk yang kedua kalinya, dan kali ini dengan skala yang jauh lebih
besar.
Jobs lalu
mendirikan NeXT dan membeli The Graphics Group dari Lucasfilm (yang akhirnya
diganti namanya menjadi Pixar). Pixar akhirnya memenangi Oscar untuk fil pendek
berjudul Tin Toy tahun 1988 dan di tahun 1995, Apple membeli NeXT. Pada tahun
yang sama pula, Toy Story, film computer-animated pertama di dunia, dirilis
oleh Pixar. Dua tahun berikutnya, Steve Jobs kembali diangkat menjadi CEO di
perusahaan Apple. Pada 2006, Pixar dibeli oleh Disney dan Jobs menjadi pemegang
saham tunggal dengan persentase terbesar, yakni 7% dari total saham Disney.
Sampai saat ini, Disney dan Pixar telah memproduksi 11 film dan film dan 5
diantaranya memenangi penghargaan Best Animated Feature di Academy Awards.
Steve Jobs
berhasil menciptakan kesempatan justru ketika ia mengalami kegagalan. Ia pun
belajar banyak dari kegagalan-kegagalan yang telah ia alami. Bagi Jobs,
kegagalan memicunya untuk belajar dan menjadi lebih baik di kemudian hari. Jika
ia tidak pernah dipecat, Apple tidak akan pernah menjadi sebesar sekarang, dan
tidak akan ada perusahaan animasi bernama Pixar.
Cerita
menarik lainnya berasal dari penulis bestseller buku Harry Potter. Di Harvard
University, J. K, Rowling menyampaikan commencement speech berjudul “The Fringe
Benefits or Failure and the Importance of Imagination”. Rowling menceritakan
bagaimana ia telah menjadi menusia yang mengalami kegagalan begitu besar.
Pernikahannya gagal, ia tidak memiliki pekerjaan, sangat miskin dan harus
mengurus anak perempuannya sendirian. Menurut Rowling, kegagalan membuat kita
bisa “strip off the inessential”. Kegagalan membuat kita tahu mana yang yang
harus kita lakukan dan mana yang tidak. Saat megalami kegagalan tersebut,
Rowling mengalami ketakutan terbesarnya dan ternyata ia masih hidup. Oleh sebab
itulah, ia menemukan keberanian untuk merealisasikan mimpinya menjadi penulis
dan membangun kembali hidupnya. Singkat cerita tanpa adanya kegagalan ia tidak
akan pernah berada di posisi yang ia miliki sekarang ini.
“It is
impossible to live without failing at something, unless you live so cautiously
that you might as well not haved lived at all—in which case, you fail by
default.” —J. K. Rowling
Selain Steve
Jobs dan J. K. Rowling, masih ada banyak individu sukses yang pernah mengalami
kegagalan, dan belajar dari hal tersebut. Soichiro Honda tidak diterima oleh
Toyota Motor Corporation ketika ia melamar sebagai teknisi. Resep ayam goreng
milik Harland David Sanders, yang lebih dikenal dengan sebutan “Colonel
Sanders”, ditolak sebanyak 1.009 kali sebelum sebuah restotan menerimanya.
Albert Einstein baru bisa bicara ketika berusia 4 tahun, dan baru bisa membaca
ketika berusia 7 tahun. Oprah Winfrey pernah dipecat karena dia disebut “tidak
pas untuk televisi”. Steven Spielberg pernah ditolak sebanyak 3 kali ketika
mendaftar ke University of Southern California School of Theater, Film and
Television.
Ternyata,
hal yang membatasi kita dalam bermimpi dan merealisasikannya hanyalah diri kita
sendiri.
0 komentar :
Posting Komentar