Hi
guys, kali ini aku ikutan Blog Competition lhoo dari Youth Educators Sharing
Network (Youth ESN) yaitu jaringan pendidik muda yang peduli terhadap masa
depan Indonesia. Youth ESN ini akan membuat program di beberapa daerah yang
fokus kepada pendidikan, menginspirasi orang lain untuk menjadi pendidik dengan
apa pun latar belakang pendidikan mereka. Waaah, salut ya buat Youth ESN,keliatan
para anggotanya masih muda-muda tuh, tapi sudah mempunyai visi yang jauh
kedepan. Apalagi, yang kita tahu dunia pendidikan kita, masih belum seperti
yang kita harapkan, masih banyak yang perlu diperbaiki dari berbagai aspeknya.
Semoga saja Youth ESN dapat mewujudkan cita-citanya untuk pendidikan di negeri
kita. Amiin!
Nah Blog Competition ini mengusung tema “Sekolah Dambaanku”, dimana para kompetitor dapat menyinggung min 4 dari 8 aspek yang diangkat yaitu :Guru, Fasilitas dan lingkungan sekolah, Hubungan guru dan orang tua, Mata pelajaran, Tugas dan pekerjaan rumah, Hubungan antar siswa, Bentuk ujian kelulusan,dan Harapan untuk pendidikan Indonesia ke depan. Wah aku jadi sulit nih memilih aspek-aspek diatas, karena bagiku semuanya bagus dan penting buat dibahaskan di blog ini. Tapi aku kira, gak perlu lah smuanya, ntar dikirain kebanyakan lagi. Lagi pula aku baru melihat brosur lombanya di Twitter dua hari yang lalu Bimbang ikut atau tidak, dan aku memutuskan berpartisipasi. Jadi aku harus mempersiapkan ini dengan waktu yang singkat. Gimana deadlinenya tanggal 25 Juni besok lagi, aku jadi tergesa-gesa dalam semangat yang membara cetar membahana. Hihihihi… ;)
Maka dari itu aku hanya akan mengangkat 5 aspek saja, karena
aspek-aspek ini Aku kira lebih penting buat di bahas. Apa sih aspek yang aku
pilih?? Tapi sebentar dulu masih ada waktu lo buat teman-teman yang mau ikutan
Blog Competition ini!
Bagiku…
Ini adalah Sekolah Dambaanku!
Aku adalah seorang pelajar SMA di Kota Pontianak,
Kalimantan Barat, yang sebentar lagi akan naik ke kelas XII. Masa-masa sekolah
yang telah aku lewati begitu tidak terasa , karena satu tahun lagi aku akan
melanjutkan pendidikanku ke perguruan tinggi. Banyak pengalaman yang aku dapatkan
selama aku bersekolah sejak SD-SMA, sehingga aku telah mengenal betul
sudut pandang sekolah.
Bagi
sebagian orang, memang sekolah adalah tempat untuk menuntut ilmu, tapi bagiku
terlebih sekolah adalah tempat kita belajar. Karena sebenarnya disana aku tidak
hanya belajar mata pelajaran saja, tapi aku belajar banyak hal, belajar
menghargai orang lain, jujur, toleransi, tanggung jawab, etika sopan santun,
dan sebagainya. Jika sekolah hanya untuk menuntut ilmu pengetahuan (aptitude),
bagiku sekolah itu sebenarnya tidak menghasilkan apa-apa, karena tidak mengedepankan
belajar dalam perilaku/karakter (attitude).
Tetapi sekolah harus mengasilkan lulusan SDM yang memiliki keseimbangan antara
attitude dan aptitude tadi.
Akhir-akhir
ini di televisi, berita tentang pejabat-pejabat negara dan elite politik didakwa
dan disidang karena tuduhan korupsi, kolusi dan nepotisme. Pasti mereka adalah
kaum terdidik yang mengenyam pendidikan tinggi, yang memang telah memiliki
track record dan prestasi sehingga dapat menduduki jabatan yang terhormat berkat modal ilmu pengetahuan.
Namun karir yang telah mereka capai dengan keringat itu, akhirnya lenyap karena
tamak dan mengambil hak orang lain yang bukan miliknya. Maka sangat disayangkan
ilmu pengetahuan yang tinggi, didak dibarengi dengan sikap/karakter yang mulia.
Maka
dari itulah aku sangat setuju dalam kurikulum 2013 kita saat ini, memasukkan
pendidikan karakter sebagai bahan pembelajaran disekolah. Sehingga diharapkan
sekolah benar-banar dapat dikatakan
menghasilkan lulusan yang diharapkan oleh bangsa dan negara ini.
Tapi
tak lepas dari peran sekolah tadi, sekolah harus mampu menjadi “Sekolah Dambaan”
setiap peserta didik disekolah itu bukan? Termasuk “sekolah dambaanku” dan
sekolah dambaan teman-teman juga! So, mau tau gak bagaimana kriteria yang menjadi
“Sekolah Dambaanku”. Yuk kita baca aspek-aspek ini!.
1. Guru
Dimataku
profesi seorang guru itu sangat mulia sekali. Aku adalah salah seorang yang
begitu membanggakan guru. Pertama,
hal yang menurutku paling penting untuk
dibahas dalam aspek ini adalah “Hubungan antara guru dan siswa”. Dimata guru
ada siswa yang baik, ada juga yang tidak. Begitu juga sebaliknya, bagi siswa
ada guru yang baik dan tidak dimatanya. Guru yang baik dapat dilihat dari
berbagai aspek, begitu juga guru yang buruk. Ketika kita berkomentar tentang
seorang guru, maka masing-masing dari kita akan akan beropini yang berbeda.
Karena setiap siswa mempunyai pengalaman berbeda tentang gurunya. Hubungan baik
antara guru dan siswanya harus dijaga oleh keduanya, terlebih seorang guru
memiliki tanggung jawab begitu besar terhadap anak didiknya. Seorang guru harus
tahu betul posisinya sebagai pengajar dan pendidik, pengajar untuk mentransfer
ilmu pengetahuan dan pendidik untuk memberikan contoh perilaku baik,
nilai-nilai moral dan keteladanan pada anak didiknya.
Kedua, Guru adalah faktor utama penentu keberhasilan siswa yang
belajar disekolah. Dengan syarat harus menjadi guru favorit siswanya. Dalam
setiap upaya peningkatan kualitas pendidikan di Tanah Air, guru menjadi tonggak
penting penentu kualitas anak didik. Terkait kualitas guru, menurut data tahun
2009/2010, hanya 24 persen dari 1,4 juta guru SD yang berijazah sarjana. Tidak hanya
kulifikasi, distribusi guru juga tak merata. Luasnya wilayah Indonesia dan
banyaknya daerah yang minim akses, mengakibatkan ketersediaan tenaga guru
menumpuk di daerah-daerah tertentu. Hal ini kembali menjadi tantangan bagi
pendidikan bangsa kita, khususnya buat Youth ESN nih.
Minimnya
tenaga guru diberbagai daerah khususnya di Kalimantan Barat dipicu oleh sistem yang
kurang baik, terutama pendidtribusian guru. Para guru enggan bertugas di daerah
terpencil di Kalimantan Barat karena alasan keamanan, fasilitas dan
kesejahteraan yang rendah. Sungguh aku sedih, karena saudara-saudaraku di
pelosok kabupaten sana masih belum terjangkau oleh guru-guru yang berkualitas.
Nah, aku mendapatkan referensi dari kesekolah.com
dimana aku sangat setuju sekali karakteristik guru di abad ke 21, yang menjadi
favorit siswa. Pertama Adaptation, guru harus mampu
beradaptasi dengan keadaan dan kondisi kelas dan anak didiknya dalam segala
situasi dan kondisi. Kedua, Communicator, Komunikasi selalu menjadi
hal dasar untuk semua orang di semua umur dan segala bidang. Ketiga Learner, guru sebagai pengajar
harus selalu meng update skill, pengetahuan, teknologi dan perkembangan yang
ada, sehingga dia bisa mengimbangi anak didiknya yang selalu up to date dan
cepat menyerap pengetahuan dan informasi yang terjadi di sekelilingnya, secara
lokal maupun global. Keempat Visionary, guru harus bisa
mendefinisikan visinya dan selalu melihat ke depan secara optimis. Kelima Leader, seorang guru harus memiliki kemampuan untuk mendidik dan
memimpin anak didiknya, mengarahkan bakat dan talenta sehingga dapat
diexplorasi dengan maksimal. Keenam Model, guru selalu menjadi figure atau
panutan bagi anak didiknya. Ketujuh Collaborator, berkolaborasi atau
bekerja sama untuk belajar dan mengerjakan segala sesuatu bersama anak didik
menjadi hal yang tidak bisa diabaikan oleh seorang guru. Kedelapan Risk Taker seorang guru harus berani
mengambil resiko. Nah jadi, “Sekolah Dambaanku” adalah sekolah yang menyediakan
guru yang mampu bersaing dengan guru yang lain, dengan menempatkan dirinya
sebagai pengajar dan pendidik yang baik, berkualitas dan yang favorit
disekolahku.
2.
Hubungan Guru dan Orang Tua
Hubungan antara guru dan orang tua tidak lebih adalah
mengenai bagaimana kondisi perkembangan anak didiknya disekolah. Jangan menjadikan
hubungan orang tua hanya sebatas yang berkaitan dengan administrasi dan komite
sekolah. Kasus seperti anak didik yang membolos, merokok, menggunakan narkoba,
dan terlibat kericuhan adalah contoh nyata dari kurangnya interaksi dan sinergi
antara sekolah, guru dan orang tua murid.
Selama berada disekolah anak didik menjadi tanggung jawab guru dan sekolah,
namun setelah berada dirumah/ diluar sekolah maka anak didik itu menjadi
tanggung jawab orang tuanya. Karena hakikatnya sekolah adalah tempat orang
tuanya menitipkan anaknya untuk belajar.
Berkaitan dalam hal pendidikan, guru tidak hanya berfungsi
sebagai pengajar dan pendidik tapi sebagai pengawas. Didalam pelajaran guru
harus mengawasi perilaku dan kemampuan akademik anak didiknya, bagaimana
kemampuan yang dimiliki anak didiknya, apakah ada perubahan naik atau turun,
jika terjadi penurunan, mengapa hal itu bisa terjadi. Maka, ini adalah tugas
guru dan orang tua untuk bersinergi agar kedunya dapat memecahkan masalah itu.
Selain itu, misalnya jika ada kelihatan tingkah anak
didiknya yang tidak seperti biasanya, tidak masuk sekolah tanpa keterangan atau
melanggar aturan, guru berhak mengubungi
orang tuanya baik melalui telefon atau bertemu disekolah. Jangan sampai ketika
kasus besar sudah terjadi orang tua baru dipanggil ke sekolah untuk
menyelesaikannya, itu telat!.
Tapi tanggung jawab orang tua lebih besar dari seorang guru,
kapan dan dimanapun orang tua harus tetap mengawasi. Ketika dirumah orang tua
juga perlu menanyakan apakah anaknya mempunyai PR atau tidak, bagaimana
keadaannya disekolah apakah baik-baik saja, atau sedang mengalami masalah dengan
teman atau gurunya. Selain itu, ketika dirumah orang tua dapat memanfaatkan
waktu senggang untuk berbincang mengenai masa depan buah hatinya, entah itu
mengenai melanjutkan sekolah/perguruan tinggi favorit, atau sarana penunjang
dalam belajar. Maka dari itu, “Sekolah DambaanKu” adalah sekolah yang dapat
menjadi wadah interaksi hubungan antara guru dan orang tua murid, sekolah yang
selalu melayani kemauan baik antara murid, guru, dan orang tua murid.
3.
Fasilitas dan Lingkungan Sekolah
Mungkin dari kita, apakah diantar jemput ke sekolah oleh
sopir?. Atau menggunakan sepeda motor pribadi?. Atau diantar jemput oleh orang
tua? Aku ingin mengajak, ayo kita harus bersyukur kepada Tuhan atas apa
diberikanNya sekarang!.
Aku pernah melihat di suatu acara televisi, di sebuah desa
sekumpulan anak SD yang berangkat kesekolah harus menyebrangi jembatan gantung
yang hampir putus diatas sungai yang deras. Langkah demi langkah mereka meniti
kawat baja yang rapuh dimakan usia, seolah tak peduli lagi dengan nyawa. Jika
saja jembatan itu tak kuat menahan beban meraka, entah tak bisa kubayangkan
nasib mereka.
Sumber Ilustrasi : ngebir.blogspot.com |
Ada juga mereka yang rela menyebrangi sungai dengan seragam
yang basah demi untuk bersekolah. Tas mereka
diangkat ke atas supaya buku-buku pelajaran mereka tak basah. Bayangkan ketika
sampai disekolah, apakah seragam meraka langsung kering? tidak. Mereka harus
belajar dengan keaadaan basah kuyub. Apakah mereka nyaman dan tenang belajar seprti
itu? Entahlah, tapi jujur saja Aku tak bisa seperti mereka! Mereka seperti tak
merasakan apa-apa, malah menunjukan semangat belajar yang gigih ketika saat itu
mereka belajar matematika.
Lain lagi, di televisi sudah biasa aku menonton tentang
sekolah-sekolah yang fasilitas dan
lingkungannya yang buruk dan tak layak, dimana keadaan ini lebih sering kulihat
di desa-desa yang terpelosok atau bahkan mungkin masih ada di kota. Bagimana
para murid-murid disana bisa semangat belajar dan begitu aktif. Padahal mereka
hanya belajar diatas meja kayu yang rapuh, diatas tanah yang gersang tanpa alas
kaki, bahkan becek ketika musim hujan tiba. Sekolah mereka bukan seperti sekolahku
yang bagus dan lengkap, namun sekolah mereka bisa disebut gubuk yang ditutup
dengan anyaman bambu dan sedikit kain. Jelas, tak ada seperti disekolahku white
board apalagi infokus disana, tapi hanya menggunakan batu kapur diatas papan
hitam yang sudah terkelupas kulitnya. Jika setiap jam pelajaran habis, maka
pelajaran selanjutnya pun harus diganti dengan guru yang berbeda, tapi disekolah
mereka tidak, guru mereka hanya satu, aku tak bohong!. Namun lagi-lagi
bagaimana semangat belajar mereka, sangat jarang kutemui di kota bahkan
disekolahku sekalipun. Inilah bukti
nyata pendidikan di negeri kita, sungguh sedih dibuatnya, bukan?.
Kita dan orang lain diluar sana mungkin tak berniat
menyamakan sekolah didesa dan di kota. Tapi, system pendidikan kita telah
menyamakan keadaan ini seperti bumi dengan langit. Hal ini terbukti, sebuah
ketidakadilan dunia pendidikan kita telah menyamakannya dengan apa yang terjadi
dalam UN (Ujian Nasional) dengan banyak carut marutnya itu. Semua anak bangsa
yang mengikuti UN dalam jenjangnya, harus dihadapkan dengan soal UN yang sama,
tak terkecuali mereka dipelosok kampung sana. Jika melihat keadaan miris
diatas, dengan fasilitas dan lingkungan belajar yang jauh berbeda, apakah kita
bisa menyamakan mereka dengan kualitas dan kuantitasnya masing-masing? Sudah
pasti tak sama!.
Berhubung dengan tema “Sekolah DambaanKu”, jika membayangkan keinginanku yang begitu
banyak ini, ingin sekali sekolahku mempunyai sarana dan prasarana ini itu,
seperti yang disana seperti yang disini, apapun yang tak ada rasanya ingin
segera dimiliki. Seolah tak pernah puas. Sehingga, ketika kembali mengingat pemandangan yang miris
diatas, rasanya aku ingin bersyukur atas apa yang aku miliki saat ini,
bagaimana sekolahku dapat memberikan fasilitas yang menunjang, lingkungan
sekolah yang aman dan nyaman. Maka, aku
memutuskan “Sekolah Dambaanku” adalah
sekolah yang dapat memberikan rasa aman, nyaman dan damai, sekolah yang dapat
memberikan rasa semangat dan antusias untuk belajar seperti saudara-saudaraku
diatas yang semangatnya untuk belajar begitu mengharukan, bagaimanapun keadaan
sekolah itu. Bagiku tak ada gunanya sekolah yang menunjang lengkap dalam hal
fasilitas dan lingkungan yang nyaman, namun tak bisa memberikan rasa semangatku
untuk belajar dan hanya membuat bosan dengan keadaan disekolah.
4.
Bentuk Ujian Kelulusan
Aku percaya, orang tua, guru, pemerintah dan anak didik
mempunyai tujuan yang sama, yaitu meningkatkan kecerdasan dan penguasaan ilmu
pengetahuan generasi muda. Sebab hanya kecerdasan dan ilmu pengetahuan itulah
yang dapat meningkatkan kemajuan bangsa dan negara ini. Maka dijadikanlah UN
sebagai agenda wajib tahunan pemerintah melaui Kemdikbud, untuk mengukur dan
menilai kompetensi peserta didik secara nasional pada jenjang pendidikan dasar
dan menengah. Hasil UN tersebut digunakan sebagai penentuan kelulusan peserta
didik dari tiap satuan pendidikan, pemetaan mutu program satuan pendidikan dan
dasar seleksi masuk ke jenjang pendidikan selanjutnya.
Bagiku Ujian Nasional memang sangat penting untuk dilaksanakan,
melihat tujuan dari UN diatas. Dalam 10 tahun terakhir bentuk ujian kelulusan
ini mengalami perubahan dari yang kita kenal sebagai EBTANAS, UAN hingga saat
ini menjadi UN. Seiring perubahan namanya, dengan tuntutan perkembangan global, standar kelulusan juga mengalami perubahan
dari tahun ke tahun.
Beberapa bulan yang lalu di media masa kita di hadapkan
dengan berita tentang carut marut UN 2013, yang dinilai telah gagal. Mulai dari
ketidakbecusan perusahaan percetakan pemenang tender, lembar soal yang
tertukar, lembar jawaban yang tipis dan mudah robek, keterlambatan UN di 11
provinsi, adanya bocoran kunci jawaban yang diperjualbelikan, hingga yang menyedihkan lagi adanya isu
korupsi di Kementrian Pendidikan. Dan sebenarnya masih banyak carut marut UN
ini, mulai dari masalah sistemis, teknis, filsofis hinga moralis.
Dalam aspek ini yang terpenting aku ingin menyinggung apa
yang benar-benar menjadi masalah besar pelaksanaan Bentuk Ujian Kelulusan (UN)
dalam beberapa tahun terakhir ini.
Pertama adalah Ketidakadilan,
ini adalah bukti nyata yang dapat dilihat dengan mata hati manusia normal. Kualitas
dan kuantitas pendidikan di masing-masing wilayah di Indonesia jelas-jelas
masih berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi sosial dan geografis di
Indonesia. Kota-kota besar yang pasti telah mengalami kemajuan pesat dari
berbagai bidang, apalagi dalam hal pendidikan. Sarana dan pra sarana pendidikan
yang menunjang, lingkungan yang nyaman, tenaga pengajar yang berkulaitas, apalagi
ditambah dengan mudahnya akses informasi dan komunikasi, dan kemajuan teknologi
serta peralatan penunjang pendidikan lainnya.
Jelas lah pendidikan di pedesaan kalah jauh dengan perkotaan.
Sedangkan, kita tahu bahwa UN harus dilaksanakan serempak dari Sabang sampai
Marauke dalam waktu yang sama menurut jenjangnya masing-masing. Tapi seperti
apa yang aku singgung sebelumnya bahwa seluruh peserta UN mendapatkan soal
dengan tingkat kesulitan yang sama pula. Sekolah yang ada di pelosok, pedesaan
dengan sekolah yang berada di perkotaan mendapatkan soal yang sama. Sedangkan
wilayah-wilayah tersebut jelas berbeda jika dilihat kualitas dan kuantitas dari
banyak aspeknya. Pada akhirnya, standar hasil UN pun berbeda pula, kesempatan
mereka yang ada didesa untuk melanjutkan pendidikan yang berkualitas tidak
banyak jika dibandingkan dengan mereka yang sekolah di kota. Ini adalah bukti ketidakadilan, karena belum adanya
pemerataan pendidikan di berbagai sekolah di seluruh Indonesia terlebih
di desa dengan di kota. Maka ini belum dapat dikatakan sebagai Ujian Nasional,
yang esensinya kualitas dan kuantitas pendidikan harus sama secara nasional terlebih
dahulu.
Kedua dari permasalahan besar UN adalah Ketidakjujuran. Tujuan diadakannya Ujian Nasional adalah baik, yaitu untuk meningkatkan standar kualitas pendidikan di Indonesia. Namun yang terjadi pada pelaksanaanya banyak penyimpangan-penyimpangan dari aturan yang ditetapkan. Banyak pihak-pihak yang menentang UN, mulai dari alasan sistemis, filosofis, teknis, hingga moralis. Lalu bagaimana menurut Youth ESN? Ah sudahlah! Hihihi.
Lihat saja para peserta UN dalam beberapa tahun terakhir, telah banyak yang mengakui bahwa mereka mengetahui bahkan mendapatkan bocoran kunci jawaban UN . Kunci jawaban tersebut diperjual belikan oleh oknum yang mencari keuntungan. Siapa yang tak tahu adanya bocoran kunci jawaban yang diperjual belikan, sepertinya ku kira tak ada! Jika iman tak kuat, siapa yang tak mau menggunakan kunci jawaban demi mendapatkan nilai yang baik. Aku kira tak sedikit dari mereka yang menggunakan kunci jawaban tersebut. Dampak buruk adanya kunci jawaban ini, yaitu hilangnya motivasi belajar, karena peserta didik akan menganggap tak perlu bersusah payah belajar dengan giat untuk mendapatkan nilai yang tinggi.
Kedua dari permasalahan besar UN adalah Ketidakjujuran. Tujuan diadakannya Ujian Nasional adalah baik, yaitu untuk meningkatkan standar kualitas pendidikan di Indonesia. Namun yang terjadi pada pelaksanaanya banyak penyimpangan-penyimpangan dari aturan yang ditetapkan. Banyak pihak-pihak yang menentang UN, mulai dari alasan sistemis, filosofis, teknis, hingga moralis. Lalu bagaimana menurut Youth ESN? Ah sudahlah! Hihihi.
Lihat saja para peserta UN dalam beberapa tahun terakhir, telah banyak yang mengakui bahwa mereka mengetahui bahkan mendapatkan bocoran kunci jawaban UN . Kunci jawaban tersebut diperjual belikan oleh oknum yang mencari keuntungan. Siapa yang tak tahu adanya bocoran kunci jawaban yang diperjual belikan, sepertinya ku kira tak ada! Jika iman tak kuat, siapa yang tak mau menggunakan kunci jawaban demi mendapatkan nilai yang baik. Aku kira tak sedikit dari mereka yang menggunakan kunci jawaban tersebut. Dampak buruk adanya kunci jawaban ini, yaitu hilangnya motivasi belajar, karena peserta didik akan menganggap tak perlu bersusah payah belajar dengan giat untuk mendapatkan nilai yang tinggi.
Sumber : wonogiripos.com |
Ketidakjujuran tidak saja dilakukan peserta didik, tapi
terkadang juga dilakukan oleh pihak sekolah itu sendiri. Motif yang dilakukan
dengan cara mendongkrak atau mengkatrol nilai siswanya dengan dalih agar semua
siswanya dapat lulus 100 %. Seperti yang
kita tahu, untuk penentuan kelulusan sendiri, sekarang tidak berdasarkan nilai
Ujian Nasional (UN) semata. Tetapi akumulasi dari nilai Ujian Nasional 60 % dan
nilai Ujian Akhir Sekolah 40 % (60% nilai UAS dan 40% nilai Raport). Sehingga
kewenangan sekolah juga diberikan dalam hal menentukan kelulusan siswa, maka dari
jauh hari bisa saja sekolah dapat memberikan nilai yang tinggi tanpa melihat
kapabilitas siswa yang sebenanya. Motif ini juga berasal dari adanya tekanan
politik, kepala daerah yang menginstruksikan melalui kepala dinas kemudian
kepala sekolah dan guru-guru dengan memberikan kunci jawaban. Yang pada
akhirnya, suatu wilayah provinsi akan mencapai target persentase kelulusan yang
tinggi untuk bersaing juga dengan provinsi lainnya.
Generasi yang berpendidikan adalah mereka yang mampu mengontrol keburukannya menjadi kebaikan. Apakah kita harus membiarkan hal ini tetap terjadi sampai UN tahun selanjutnya, jelas pasti tidak! Namun apa yang yang telah kita lihat pada pelaksanaan UN dalam beberapa tahun terakhir ini? Mencontek bocoran kunci jawaban mungkin sudah menjadi budaya tingkah laku dan pola pikir sebagian besar anak didik negeri ini. Rasanya, aku begitu malu jika bangsa lain melihat ini sebagai budaya pendidikan negriku. Jika saja dari kecil kita belajar tak jujur, maka kelak ketika dewasa kita akan melakukan ketidakjujuran yang lebih besar, sepeti para koruptor tadi yang lahir dari ketidakjujuran. Apakah bangsa ini akan membuat anak negeri ini seperti koruptor, tidak kan!. Aku begitu sedih dengan ketidakjujuran pada pada generasi muda negeri ini, entah sampai kapan budaya buruk mencontek dan meluluskan siswa 100% tadi harus dibiarkan.
Akupun tak dapat berbuat apa-apa selain menanamkan sikap jujur dan tanggung jawab pada diriku sendiri. Jadi menurutku, UN itu tidak perlu ditiadakan tapi perlu diubah sistemnya agar penyelenggaraannya lebih adil dan jujur lagi. Terlebih dimulai dari individu peserta didik dan sekolah-sekolah yang jujur, itulah karakteristik “Sekolah Dambaanku”.
Generasi yang berpendidikan adalah mereka yang mampu mengontrol keburukannya menjadi kebaikan. Apakah kita harus membiarkan hal ini tetap terjadi sampai UN tahun selanjutnya, jelas pasti tidak! Namun apa yang yang telah kita lihat pada pelaksanaan UN dalam beberapa tahun terakhir ini? Mencontek bocoran kunci jawaban mungkin sudah menjadi budaya tingkah laku dan pola pikir sebagian besar anak didik negeri ini. Rasanya, aku begitu malu jika bangsa lain melihat ini sebagai budaya pendidikan negriku. Jika saja dari kecil kita belajar tak jujur, maka kelak ketika dewasa kita akan melakukan ketidakjujuran yang lebih besar, sepeti para koruptor tadi yang lahir dari ketidakjujuran. Apakah bangsa ini akan membuat anak negeri ini seperti koruptor, tidak kan!. Aku begitu sedih dengan ketidakjujuran pada pada generasi muda negeri ini, entah sampai kapan budaya buruk mencontek dan meluluskan siswa 100% tadi harus dibiarkan.
Akupun tak dapat berbuat apa-apa selain menanamkan sikap jujur dan tanggung jawab pada diriku sendiri. Jadi menurutku, UN itu tidak perlu ditiadakan tapi perlu diubah sistemnya agar penyelenggaraannya lebih adil dan jujur lagi. Terlebih dimulai dari individu peserta didik dan sekolah-sekolah yang jujur, itulah karakteristik “Sekolah Dambaanku”.
5. Harapan Untuk Pendidikan Indonesia Kedepan
Di abad ke 21 ini, lima, sepuluh hingga duapuluh tahun
kedepan dunia pasti akan menghadapi tantangan perkembangan global. Lihat
saja, pada tahun 2015 nanti, Indonesia akan bersaing di ASEAN Free Trade Area
dalam perdagangan bebas produk dan jasa. Pada tahun 2012 yang lalu kita
dikejutkan dengan pertumbuhan ekonomi terbaik Indonesia yang mencapai 6,7
persen, dan dikabarkan Indonesia menjadi pemimpin ekonomi terkuat di ASEAN dan
ketiga di Asia setelah China dan India.
Pertumbuhan ekonomi ini, berkat arus konsumsi dan investasi
yang menjadi mesin penggeraknya. Kita sadar, ujung tombak kemajuan suatu negara
dilihat dari pertumbuhan dan perkembangan perekonomiannya. Maka dari itu, pendidikan
menjadi penting karena menjadi investasi jangka panjang untuk menghadapi
berbagai kemungkinan tantangan di masa depan. Pendidikan yang baik dan
berkulaitas akan melahirkan generasi bangsa yang memiliki SDM yang berkualitas,
unggul dan produktif. Indonesia masih memiliki banyak SDA yang dapat dijadikan
modal utama. Dengan SDM yang berkualitas, unggul dan prodiktif tadi maka
seluruh SDA dapat digali dan dikelola untuk kesejahteraan masyarakat bersama. Dan
seluruh elemen bangsa dan negara dapat bergerak bersama-sama untuk menuju
ekonomi yang maju. Sehingga dalam menghadapi persaingan global kedepan, Indonesia
telah siap dan mampu ungggul tidak hanya dalam ruang lingkup ASEAN saat ini,
namun dalam tatanan global.
Pendidikan Indonesia saat ini memang masih jauh dari harapan. Masih banyak impian
pendidikan kita yang belum tercapai, baik itu prestasi, kreatifitas dan inovasi.
Namun aku tetap bangga terhadap kemajuan-kemajuan dalam dunia pendidikan saat
ini. Indonesia mampu unggul dalam beberapa olimpiade tingkat internasional,
menurunnya angka buta huruf, dan menurunnya angka putus sekolah berkat adanya
bantuan beasiswa dan wajib belajar 12 tahun yang dicanangkan pemerintah.
Kita memang harus menjadi bangsa yang sabar tetapi harus
tetap bergerak maju untuk mencapai harapan dan impian pendidikan ini.
Pendidikan melalui sekolah-sekolah harus menghasilkan generasi platinum yang
cakap ilmu pengetahuan, moral dan budaya. Aku sangat percaya, dengan lahirnya SDM yang profesional
tidak hanya dari kecakapan ilmu pengetahuan tapi moral dan budaya, bangsa ini
pasti mampu melejit cepat menjadi aktor kekuatan ekonomi global dan menjadi negara
yang maju. Disinilah peran pendidikan begitu penting guna menghadapi persaingan
global tadi.
Maka, harapanku untuk
pendidikan Indonesia kedepan adalah :
“Seluruh elemen bangsa baik itu pemerintah maupun rakyat
harus menjadikan Pendidikan dengan moral,
karakter dan budaya yang santun sebagai
keutamaan, dijadikan yang terdepan, dan yang
terpenting. Pendidikan harus mampu menyesuaikan dengan tantangan globalisasi,
mampu melihat perspektif perkembangan dunia dalam ilmu pengetahuan dan
teknologi masa depan, sehingga investasi jangka panjang pendidikan yang kita
tanam sejak dini, kelak berbuah manis, yang kapanpun dapat dijadikan modal anak
negeri ini menjadi pemimpin dunia dimasa depan, Aku sangat percaya!!”